ETIKA KARYAWAN JURNALISTIK
Makalah Etika Profesi
ETIKA KARYAWAN JURNALISTIK
Disusun Oleh :
Nama :
ALFIAN PRILIAMBODO
NPM : 20414812
Kelas : 4IC08
JURUSAN TEKNIK
MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BEKASI
2017
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.3
TUJUAN
1.4
MANFAAT
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN KODE ETIK
2.2
PENGERTIAN DEWAN PERS
2.3
KODE ETIK JURNALISTIK
2.4
ETIKA JURNALISTIK
2.5
KEKUATAN KODE ETIK
2.6
TANTANGAN JURNALISTIK
2.7
KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
2.8
PERTANGGUNG JAWABAN
BAB
III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Euforia era reformasi tampaknya masih terasa hingga kini.
Tiba-tiba banyak orang yang merasa berhak menjadi apa saja, termasuk menjadi
wartawan. Orang yang merasa berhak dan mampu menjadi calon legislator bahkan
mencapai ratusan atau bahkan ribuan dalam satu kabupaten / kota. Khusus di
bidang pers, banyak orang yang tiba-tiba menjadi wartawan dan memiliki kartu
pers, padahal mereka tidak pernah melalui jenjang pendidikan jurnalistik yang
memadai dan benar. Karena tidak memiliki pendidikan yang memadai dan tidak
pernah mendapatkan atau mengikuti pendidikan jurnalistik yang memadai dan
benar, maka tidaklah mengherankan kalau banyak oknum wartawan yang
menyalahgunakan profesinya dan melanggar kode etik wartawan atau Kode Etik
Jurnalistik. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. (UU No. 40 Tahun 1999
Tentang Pers). Lalu apa dan siapa wartawan itu? Wartawan adalah orang yang
secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Wartawan bebas memilih
organisasi wartawan, tetapi mereka harus memiliki dan menaati Kode Etik
Jurnalistik. Sebagai professional dan dalam melaksanakan profesinya, wartawan
mendapat perlindungan hukum. Wartawan adalah orang memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi, rasa keterlibatan besar terhadap masalah-masalah sosial
kemasyarakatan, memiliki integritas, cermat, andal, siaga, disiplin, serta
memiliki keterbukaan. Sebagai orang yang senantiasa bersentuhan dengan publik, wartawan
dalam menjalankan profesinya diikat oleh norma dan aturan-aturan yang berlaku
di tengah masyarakat. Wartawan pun harus menghormati etika dan kaidah-kaidah
yang ada, termasuk menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah disepakati
bersama oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia,
di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006, dan ditetapkan oleh Dewan Pers pada
Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 24 Maret 2006, melalui Surat Keputusan
Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006, tentang Kode Etik Jurnalistik.
.1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah kode etik itu ?
2.
Apakah dewan per situ ?
3.
Seperti apakah kode etik jurnalistik itu ?
4.
Seperti apakah etika jurnalistik itu ?
5.
Seperti apa kekuatan kode etik itu ?
6.
Tantangan apa yang harus dihadapi jurnalistik ?
7.
Seperti apakah kepribadian wartawan Indonesia itu ?
8.
Pertanggung jawaban seperti apakah yang harus ddilakukan oleh seorang
jurnalistik ?
1.3 TUJUAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Profesi. Selain itu agar para karyawan
jurnalistik dapat
menjalankan profesinya dengan baik sesuai dengan Kode Etik karyawan/Jurnalistik.
1.4 MANFAAT
Dengan adanya
makalah ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang baik terhadap pembaca dan
seorang karyawan
Jurnalistik mengenai Kode Etik Jurnalistik serta menambah wawasan agar lebih
mengetahui bagaimana cara agar menjadi karyawan yang profesional.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kode Etik
Etika berasal dari bahasa Latin, ethica, yang berarti
aturan atau kaidah-kaidah moral, tata susila yang mengikat suatu masyarakat
atau kelompok masyarakat, atau profesi. Etika didasari oleh kejujuran dan
integritas perorangan. Etika yang mengikat masyarakat dalam sebuah profesi
itulah yang disebut Kode Etik, maka lahirlah berbagai macam Kode Etik, antara
lain Kode Etik Wartawan atau Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Kedokteran, dan
Kode Etik Pengacara. Di Indonesia, Kode Etik Wartawan tidak hanya merupakan
ikatan kewajiban moral bagi anggotanya, melainkan sudah menjadi bagian dari
hukum positif, karena Pasal 7 (2) UU Pers dengan tegas mengatakan bahwa
wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik
dimaksud yaitu kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan
oleh Dewan Pers.
2.2
PENGERTIAN DEWAN PERS
Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
masyarakat dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional. Lembaga ini diakui oleh pemerintah dan mendapatkan
biaya dari pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Fungsi yang diemban oleh
Dewan Pers yaitu melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; memberikan
pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus
yang berhubungan dengan pemberitaan pers; mengembangkan komunikasi antara pers,
masyarakat, dan pemerintah; memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan; serta mendata perusahaan pers. Anggota Dewan Pers terdiri atas
wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; pimpinan perusahaan pers yang
dipilih oleh organisasi perusahaan pers; tokoh masyarakat; ahli di bidang pers
dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan
dan organisasi perusahaan pers.
2.3
KODE ETIK JURNALISTIK
Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan
Pers terdiri atas 11 pasal dan diawali dengan pembukaan, yang antara lain
menyatakan bahwa kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak
asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Juga dinyatakan bahwa kemerdekaan
pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi,
guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya
kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan
norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya,
pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional
dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers
dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan
Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode
Etik Jurnalistik. Surat Keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006, tanggal 24
Maret 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik : Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad
buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4 Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suap. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber
yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record"
sesuai dengan kesepakatan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau
menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa
serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau
cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional. Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani
setiap profesi, sehingga tiap tindakanya seseorang yang berprofesi akan
membutuhkan tolak ukur dalam profesinya. Seperti pada profesi jurnalistik
memliki kebebasan pers sendiri tentunya memiliki batasanya sendiri, dimana batsan
yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nurani,
namun kebebasan pers bukan hanya dibatai oleh kode etik jurnalistik akan tetapi
ada batsan yang kuat yang tercantum pada undang-undang.
2.4
ETIKA JURNALISTIK
Jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam
mengelola dan menyajikan informasi pada masyarakat,yang bertujuan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti informasi yang disebarluaskan
merupakan informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing
yaitu diurnal dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan harian.
Etika jurnalistik adalah Standart aturan perilaku dan moral yang mengikat para
jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya. Etika jurnalistik ini sangat
penting dimana bukan hanya mencerminkan standart jkualitas jurnalistik namun
untuk menghindari dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dmpak yang
merugikan dari tindakan atu perilaku keliru dari seorang jurnalis.
2.5 KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban
tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia.
Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi
wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap
seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi atas
pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak organisatoris dari PWI
melalui organ-organnya. Menyimak dari kandungan kode etik jurnalistik di atas
tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang
sangat urgen, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang
bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Namun terlepas
dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada
atau norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap
terpulang pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat,
sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang hanya mencari
popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani
masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung
tinggi kode etiknya.
2.6 TANTANGAN JURNALISTIK
Seorang Jurnalis atau Wartawan harus memiliki berbagai
kemampuan dan keterampilan agar bisa bersaing dan tetap menjalankan profesinya
sesuai dengan Kode etik Jurnalistik. Jika seorang wartawan tidak punya
keinginan untuk mengembangkan diri, dia akan tersingkir dari kelompoknya. Salah
satu tantangan yang harus siap dihadapi yakni kesadaran hukum dan keberanian
masyarakat sudah muncul. Mereka meminta hak jawab, berbagai pihak yang
dirugikan bisa melakukan somasi dan tuntutan hukum. Jika seorang jurnalis
menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, dia akan lebih
dihargai oleh masyarakat, nara sumber dan rekan se-profesinya. Hal yang bisa
dilakukan untuk menghadapi Tantangan, diantaranya : Menjalankan pekerjaan
sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik. Banyak Membaca (buku, koran, kamus
populer, internet, UU, Peraturan, Perda dll.) Mengikuti berbagai Pelatihan
dan Kursus Keterampilan (jurnalistik, bahasa asing, audit, pajak, dll.)
Menguasai materi sebelum melakukan wawancara. Mempunyai data pendukung untuk
materi tulisan. 1. Jurnalis Yang Memihak Profesi jurnalis rentan sekali untuk
memihak kepada satu pihak, sehingga dia tidak independen lagi dalam mencari
berita. Informasi yang disampaukan karena pesanan pihak tertentu. Contoh
Keberpihakan, ketika satu daerah melakukan pemilihan kepala daerah langsung.
Jurnalis menulis berita tersebut sesuai dengan pesanan tim suksesnya, tanpa
memperhatikan keinginan para pembaca. 2. Jurnalis Masyarakat (Civil Journalist)
Sejak dibukanya kebebasan Pers tahun 1998 lalu, banyak sekali berbagai
perusahaan media yang muncul dan tenggelam. Tetapi para wartawan maupun
perusahaan media tidak menyadari bahwa jurnalis masyarakat sudah muncul di
dunia maya seperti blog. Para blogger muncul Tanpa perlu latar belakang
pendidikan jurnalistik. Mereka membuat berita sendiri (meskipun tidak mengikuti
kaidah penulisan). Mereka menuangkan ide, tulisan bahkan makian terhadap pihak
tertentu tanpa sensor. 3. Media Gratis Satu lagi tantangan bagi perusahaan para
jurnalis dan perusahaan pers yakni maraknya media (koran dan majalah gratis).
Media gratis bisa mengurangi pendapatan kue iklan, karena tarif iklan lebih
murah dibanding tarif iklan di surat koran maupun majalah. Para penulis di
media gratis juga jarang yang berlatar belakang seorang jurnalis. Mereka hanya
mengandalkan materi tulisan dari perusahaan yang memasang iklan, seperti iklan
berita (advetorial).
2.7 KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Wartawan Indonesia
adalah warga negara yang memiliki kepribadian, yaitu : bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, bersifat kesatria,
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan berjuang untuk emansipasi bangsa
dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah
keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.
2.9
PERTANGGUNG JAWABAN
Bahwa seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa
tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu
berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan. Kaitannya dengan
hal di atas, dalam kenyataan yang ada masih terdapat banyak media cetak yang
memuat berita atau gambar yang secara jelas bertentangan dengan kehidupan
sosial yang religius. Namun walau demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian
kalangan dianggap sebagai suatu kewajaran dalam rangka mengikuti perkembangan
zaman, sehingga batasan-batasan etika dan norma yang harusnya dikedepankan,
menjadi kabur bahkan tidak lagi menjadi suatu pelanggaran kode etik, maupun
norma/aturan hukum yang ada. Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999
disebutkan bahwa "Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan
opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta
asas praduga tak bersalah". Serta ditambahkan lagi dalam Pasal 13 yang
memuat larangan tentang iklan, yaitu iklan yang memuat unsur : Mengganggu
kerukunan hidup antar umat beragama, minuman keras, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya dan penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok.
Pertanggungjawaban dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang
wartawan terhadap seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun lagi-lagi dalam
kenyataannya menunjukkan bahwa keberpihakan tersebut tampaknya telah menjadi
trend dan seolah tidak dipermasalahkan lagi.
Gambar Grafik Gaji Media Cetak
Gambar Grafik Gaji
Media Televisi
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Penerapan kode etik jurnalistik yang merupakan gambaran
serta arah, apa dan bagaimana seharusnya profesi ini dalam bentuk idealnya oleh
sebagian pers atau media massa belum direalisasikan sebagaimana yang
diharapkan, yang menimbulkan kesan bahwa dunia jurnalistik (juga profesi lain)
terkadang memandang kode etik sebagai pajangan-pajangan yang kaku. Namun
terlepas dari ketimpangan dari apa yang seharusnya bagi dunia jurnalistik
tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi dan obyektifitas
masyarakat/publik untuk menilai kualitas, bobot, popularitas maupun
keberpihakan dari suatu media massa. Kebebasan pers yang banyak didengungkan,
sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh kode etik jurnalistik, tetapi terdapat
aturan lain yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk
itulah masih diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran
dan fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk dikurangi dari
penyimpangan tersebut.
1 komentar: