Etika profesi fotografer
ETIKA PROFESI FOTOGRAFER
Perkembangan dunia teknologi fotografi sudah sangat berkembang pesat, Saat ini semua orang dapat membeli kamera DSLR yang dulunya khusus untuk kalangan professional, sayangnya perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan, etika fotografer dalam memotret.
Banyak yang menganggap pentingkah pengetahuan, etika fotografer dalam memotret? Tentu saja sangat penting. Ada sebuah insiden beberapa saat lalu yang membuat tercorengnya dunia fotografi, yakni pada saat perayaan hari raya Waisak pada tanggal 25 Mei 2013. Saat itu perayaan Waisak yang dipusatkan di Candi Borobudur sangat ramai oleh pengunjung dan ratusan fotografer siap dengan kameranya. Belum termasuk pengunjung lain yang juga membawa kamera meski hanya kamera saku. Mirisnya, saat para biksu sedang memanjatkan doa di bagian atas Candi, banyak sekali fotografer yang merangsek masuk dan menjepretkan kamera mereka dengan beringas tanpa permisi dan membuat kegaduhan.
Meskipun cahaya sorotan dari lampu cukup terang, tetap saja para fotografer menyalakan flash mereka. Tentunya hal ini sangat mengganggu peribadatan umat Budha yang sedang berkonsentrasi dalam berdoa. Kegaduhan semakin menjadi ketika para fotografer berebut posisi untuk mendapatkan angleterbaik, bahkan ada yang sampai naik ke stupa dan mendekat hingga 2 meter kepada biksu. Tentunya hal ini sungguh terdengar miris, dan tidak akan terjadi bila rekan-rekan fotografer mengetahui tentang aturan dan etika dalam memotret.
Ada beberapa aturan dan etika fotografer dalam memotret agar bisa menjadi fotografer yang sopan santun, beretika dan tidak asal-asalan saat sedang berburu gambar. Berikut di antaranya:
Patuhi peraturan pengambilan gambar
Di beberapa tempat sering tertera keterangan dilarang memotret. Biasanya tulisan tersebut ada pada area publik seperti SPBU, Mall, Museum, hotel dan lain-lain. Larangan memotret yang diberlakukan biasanya berkaitan dengan kenyamanan orang lain, kemanan atau bahkan hak cipta. Jika Anda adalah seorang fotografer yang baik, seharusnya mematuhi aturan tersebut.
Perhatikan area saat akan menggunakan lampu flash
Anda pastinya tahu bagaimana sambaran lampu flash kamera yang sangat silau. Di antara beberapa fotografer sering kali melanggar aturan penggunaan flash, terutama saat memotret di area publik. Orang yang merasa tidak nyaman akan sambaran flash bisa saja menegur Anda jika hal itu cukup mengganggu.
Meminta ijin saat akan memotret orang lain
Hal ini tentu sangat penting, jangan merasa seolah Anda datang dari kota pergi ke desa lalu dengan sesuka hati memotret orang di perkampungan yang sedang melakukan aktivitasnya. Sebelum itu, mintalah ijin terhadap orang yang akan Anda foto, karena mungkin saja orang tersebut tidak ingin diambil gambar. Selain itu, memotret orang asing berarti kita juga sudah memasuki area privacy mereka. Terangkan pada mereka untuk apa Anda memotret, apakah untuk dokumentasi pribadi, jurnalistik atau untuk tujuan komersil. Hal ini juga berlaku apabila Anda sedang berburu foto dijalanan atau populer disebut Street Photography.
Hormati foto model yang Anda potret
Hal ini khususnya pada foto model wanita, Anda harus bersikap sopan terhadapnya dan jangan terkesan memerintah apalagi membentaknya. Selain itu, menyentuh model wanita juga merupakan hal yang sangat tidak sopan di Indonesia dan bisa membuat model tersebut menjadi tidak nyaman. Intinya, jalin komunikasi dengan baik.
Memotret disturbing picture.
Entah masuk dalam kategori apa jika Anda memotret orang yang sedang terluka parah setelah mengalami kecelakaan. Hal ini tidak akan mendapat pujian apapun dan mungkin Anda akan mendapat hujatan. Dalam hal ini jurnalis mempunyai kode etik sendiri dan tidak sembarangan mempublikasikannya. Jika memang harus dipublikasikan, biasanya bagian yang tidak lazim akan dibuat blur.
Berhenti memotret jika mengganggu
Hal ini berlaku setiap saat dan dimanapun Anda berada. Sebagai contoh kasus perayaan Waisak di atas, jika Anda sudah mendapat teguran karena mengganggu seharusnya Anda lekas menghentikan aktivitas memotret Anda. Atau akan lebih baik jika Anda sadar diri bahwa aktivitas memotret Anda menganggu. Tidak semua orang biasa difoto, bahkan lebih banyak orang yang merasa canggung bila difoto.
Hati-hati dengan eksploitasi
Di beberapa negara maju ada larangan untuk memotret anak-anak yang sedang bermain di area publik, hal ini dikhawatirkan akan menjadi eksploitasi. Mungkin di Indonesia masih tergolong bebas, namun bukan berarti Anda sesuka hati memotret anak-anak, apalagi yang belum dikenal. Selain itu beberapa orang juga menganggap bahwa memotret gelandangan di jalan merupakan sebuah eksploitasi.
Jangan memotret secara bergerombol
Mungkin dalam hal ini banyak diantara fotografer yang pro kontra, namun alangkah baiknya jika Anda menghindari hunting foto yang demikian. Sebagai contoh, 2 model dikeroyok oleh 15 fotografer terlihat seperti seekor Rusa yang sedang diincar Harimau. Lebih nyaman bila Anda memotret dengan rekan Anda hanya 2-3 orang saja.
Semua Tentang Aturan Hukum Fotografi di Indonesia Terbaru 2016
Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini minat akan potret memotret semakin berkembang. Mulai dari anak-anak sampai orang tua hobi photo dengan kameranya masing-masing. Apalagi zaman serba canggih dengan gadget foto atau video dengan harga terjangkau. Mulai dari foto selfie sampai narsis bareng-bareng dengan tongsis. Kemudian hasilnya upload di sosial media seperti instagram, facebook, path dll.
Namun yang perlu diperhatikan banyak juga yang terkena kasus hukum gara-gara sebuah foto atau video. Biasanya berkaitan dengan kesusilaan, privasi dan hak cipta. Seperti saya yang harus mendekam di penjara selama 500 hari gara-gara sebuah foto panas seorang model.
Definisi berdasarkan Wikipedia: Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu "photos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis/menulis.) adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.
Memang di era internet, video, foto atau gambar sebagai karya ciptaan sangat rentan menjadi persoalan hukum. Tanpa pengetahuan undang-undang dan hukum, kelalaian yang timbul dari hanya sekali klik pada keyboard bisa berujung bui atau denda bermilyar Rupiah.
Intellectual Property Rights (IPR) dalam bahasa Indonesia memiliki dua istilah yang pada awalnya adalah Hak Milik Intelektual dan kemudian berkembang menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Permasalahan yang kerap muncul adalah bagaimana perlindungan hukum atas karya cipta fotografi. Individu terhadap perusahaan, organisasi nirlaba, pemerintah dan pihak-pihak tertentu selalu mempunyai kebutuhan untuk menggunakan karya fotografi.
Berikut Beberapa Aturan Hukum yang Perlu Dipahami Para Fotografer Indonesia
1. Hukum Menggunakan Foto Orang Lain Tanpa Izin
Menurut Pasal 13 ayat (1) huruf j UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta fotografi termasuk ciptaan yang dilindungi. Selanjutnya, pengaturan hak cipta untuk potret/fotografi diatur dalam Pasal 19 s.d. Pasal 23 UUHC. Orang yang mengambil foto orang lain menjadi seorang Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dari foto yang dihasilkan. Akan tetapi, terhadap fotografi terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUHC yang berbunyi:
(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
(3) Ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c. untuk kepentingan orang yang dipotret.
Keharusan untuk meminta persetujuan orang yang dipotret karena tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Oleh karena itu, ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya. Demikian bunyi penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUHC.
Jadi, bila ingin menggunakan foto yang menampilkan orang lain untuk misalnya kegiatan promosi, atau menampilkan foto tersebut dalam suatu website untuk keperluan komersial, sebaiknya anda meminta persetujuan terlebih dahulu dari orang yang dipotret. Bila tidak anda dapat dijerat ancaman pidana Pasal 72 ayat (5) UUHC yang berupa pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp150 juta.
2. Hukumnya Diam-Diam Memfoto Orang Lain
Bagaimana aspek hukum memfoto orang lain secara diam-diam? Contoh kasus: Ada teman kantor sedang bekerja dan tanpa sadar difoto dengan menggunakan HP yang mana foto itu seolah-olah posisinya menunduk seperti sedang tidur. Lalu foto itu dicetak dan dijadikan bukti ke atasannya bahwa dia lagi tidur di jam kerja. Bisakah orang yang memfoto dipidana sesuai UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? Apakah foto tersebut merupakan bukti yang sah?
Foto yang diambil melalui kamera handpohone tersebut dapat dikatakan sebagai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik apabila masih berbentuk elektronik (jika belum dicetak) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU ITE.
Jika dilihat dari segi UUHC, foto teman itu dikategorikan sebagai potret, yaitu gambar dari wajah orang yang digambarkan. Sebagai pencipta, si pengambil foto memiliki hak cipta yang memberi sejumlah hak eksklusif kepada pencipta di antaranya untuk melaksanakan perbanyakan, pengumuman termasuk perubahan atas gambarnya sendiri dan melarang orang lain melaksanakan tindakan-tindakan tersebut tanpa seijinnya. Akan tetapi, terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta atas potret. Artinya, orang yang mengambil potret harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari yang difoto sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUHC. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000.
Perbuatan ini tidak bisa dikenakan ancaman pidana dalam UU ITE oleh karena perbuatan tersebut tidak dilakukan dengan jalan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ini karena foto yang telah dicetak tersebut tidak lagi dalam bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik. Kalau foto tersebut tidak berbentuk informasi elektronik, maka pelakunya diancam Pasal 310 ayat (2) jo. ayat (1) KUHP ttg perbuatan menista dengan gambar.
Jadi, pada dasarnya memfoto orang lain secara diam-diam itu tidak dipidana. Tapi, jika foto tersebut disebarluaskan tanpa seizin pihak yang difoto, maka pelakunya bisa dipidana sesuai UUHC. Jika memuat unsur pencemaran nama baik dan fotonya masih dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, pelakunya diancam pidana sesuai UU ITE. Jika memuat unsur pencemaran nama baik dan fotonya berbentuk gambar yang dicetak lalu disebarluaskan, pelakunya diancam dengan KUHP. Mengenai pembuktian, pada dasarnya sesuatu yg menyatakan kebenaran suatu peristiwa bisa dijadikan bukti. Namun, ditinjau dari UU ITE, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
3. Konsekuensi Hukum Mengunggah Foto Ke Grup BBM
Menurut Josua Sitompul, S.H., IMM dalam artikel Apakah Blackberry Messenger (BBM) Termasuk Media Sosial?, pengiriman satu konten dari satu anggota kepada grup BBM dapat diterima oleh anggota-anggota lain dari grup tersebut. Dengan kata lain, teknologi aplikasi media sosial, termasuk aplikasi BBM tersebut, dapat menciptakan ruang publik virtual. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi hukum. Oleh karena itu, sama seperti menggunakan media sosial lainnya, pengguna harus memiliki kehati-hatian dalam melakukan pengiriman.
Foto yang diunggah ke grup BBM dapat menimbulkan konsekuensi hukum, jika foto tersebut memuat konten atau isi yang bertentangan dengan UU ITE atau melanggar UUHC (sehubungan dengan penyebaran foto seseorang).
Oleh karena itu, hati-hati gan kalau share foto di grup BBM. Jika muatannya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, bisa kena hukum lho.
4. Risiko Hukum Mengumbar Foto Mesra Dengan Istri Orang Lain
Banyak motif kenapa seseorang melakukan ini biasanya motif sakit hati kepada si perempuan.
Ada dua kemungkinan risiko hukum dalam kasus penyebaran poto ini.
Yang pertama, bila penyebaran foto dilakukan lewat media elektronik seperti email, facebook, twitter, blog pribadi atau bahkan di forum web seperti kaskus. Sang penyebar foto bisa diancam pidana. Yaitu penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Demikian diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (3) serta Pasal 43 UU ITE.
Pasal-Pasal di UU ITE
Pasal 27 ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 27 ayat (3)
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Beda hal klo penyebaran foto itu dilakukan lewat media cetak seperti pamflet, poster, dll. Ancaman hukumannya lebih ‘ringan’. Yaitu penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 310 (2) KUHP
Pasal 310 ayat (2) KUHP
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
5. Hukumnya Telanjang Di Social Media
Dunia social media memang wadah menunjukkan eksistensi yang digandrungi masyarakat dri berbagai lapisan. Menariknya cara untuk eksis di socmed ini kadang-kadang ekstrim gan. Salah satunya adalah dengan memposting foto-foto telanjang.
Lalu apakah hal seperti melanggar peraturan hukum di Indonesia?
Pertama-tama, yang perlu anda ketahui ialah masalah Pornografi sudah diatur secara tegas oleh UU Pornografi yang sudah secara tegas Pasal 4 ayat (1)-nya menyatakan:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
Jadi berdasarkan pasal di atas, agan dilarang untuk menyebarkan foto-foto telanjang di social media. Bila agan masih nekad melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) di atas, agan dapat dijerat sanksi pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun, dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 Juta dan paling banyak Rp. 6 miliar. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UU Pornografi.
Masih juga relevan dengan masalah foto-foto bugil, Pasal 8 UU Pornografi menyatakan bahwa Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Pelanggaran terhadap pasal 8 ini diancam sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 miliar.
Jadi bukan hanya fotografernya maupun penyebar foto-foto telanjang di social media saja yang terancam sanksi pidana, orang yang menjadi model foto-foto telanjangnya pun dapat dikenai sanksi.
Selain diatur oleh UU Pornografi, menyebarkan foto-foto telanjang di social media juga merupakan pelanggaran terhadap pasal 27 ayat 1 UU ITE yang mengatur sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran pasal di atas ada ancaman sanksi pidananya di Pasal 45 ayat (1) UU ITE berupa penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kode Etik Dunia Fotografi Terkini 2016
Dalam dunia fotografi tidak hanya asal jepret, dalam dunia fotografi juga ada etikanya. Etika publikasi / kode etiknya. (Sumber:www.fotografi.my.id/artkel/kode-etik-fotografi.html)
1. Terhadap Makhluk Hidup
• tidak mengganggu fisik mau pun psikis subyek/obyek
• tidak menggangu aktivitas subyek/obyek
• tidak merugikan subyek/obyek, baik saat memotret mau pun saat foto ditampilkan
• tidak menyebabkan perubahan perilaku yang bersifat negatif
Etika memotret ruang publik, harus melihat situasi dan kondisi dari negara dan tempat bersangkutan, dibeberapa negara terdapat larangan untuk memotret anak kecil yang berlarian di jalan, contohnya Australia, karena sangat takut jika terjadi eksploitasi anak. Berbeda dengan di Indonesia yang bisa dengan bebas candid anak kecil.
2. Terhadap Benda
• Tidak mengganggu kesetimbangan
• Tidak boleh merusak benda benda bersejarah yang menjadi objek , tidak boleh menggunakan flash karna dapat merusak barang tersebut. (Dalam musium)
3. Terhadap Hukum, dan semacamnya
• bila memungkinkan selalu minta ijin sebelum atau sesudah perekaman
• lengkapi surat ijin bila memang diperlukan
• Untuk memotret kejadian-kejadian seperti kecelakaan, bencana dan tragedi lainnya, para jurnalis biasanya memiliki akses sendiri (kode etik jurnalistik) yang diatur dalam UU no 40/1999 PERS dan KEJ .
4. Terhadap Sesama Fotografer
• Tidak saling mengganggu/merugikan proses perekaman
• Saling bertenggang rasa
Nama : alfian priliambodo
Npm : 20414812
Kelas :4ic08
Perkembangan dunia teknologi fotografi sudah sangat berkembang pesat, Saat ini semua orang dapat membeli kamera DSLR yang dulunya khusus untuk kalangan professional, sayangnya perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan, etika fotografer dalam memotret.
Banyak yang menganggap pentingkah pengetahuan, etika fotografer dalam memotret? Tentu saja sangat penting. Ada sebuah insiden beberapa saat lalu yang membuat tercorengnya dunia fotografi, yakni pada saat perayaan hari raya Waisak pada tanggal 25 Mei 2013. Saat itu perayaan Waisak yang dipusatkan di Candi Borobudur sangat ramai oleh pengunjung dan ratusan fotografer siap dengan kameranya. Belum termasuk pengunjung lain yang juga membawa kamera meski hanya kamera saku. Mirisnya, saat para biksu sedang memanjatkan doa di bagian atas Candi, banyak sekali fotografer yang merangsek masuk dan menjepretkan kamera mereka dengan beringas tanpa permisi dan membuat kegaduhan.
Meskipun cahaya sorotan dari lampu cukup terang, tetap saja para fotografer menyalakan flash mereka. Tentunya hal ini sangat mengganggu peribadatan umat Budha yang sedang berkonsentrasi dalam berdoa. Kegaduhan semakin menjadi ketika para fotografer berebut posisi untuk mendapatkan angleterbaik, bahkan ada yang sampai naik ke stupa dan mendekat hingga 2 meter kepada biksu. Tentunya hal ini sungguh terdengar miris, dan tidak akan terjadi bila rekan-rekan fotografer mengetahui tentang aturan dan etika dalam memotret.
Ada beberapa aturan dan etika fotografer dalam memotret agar bisa menjadi fotografer yang sopan santun, beretika dan tidak asal-asalan saat sedang berburu gambar. Berikut di antaranya:
Patuhi peraturan pengambilan gambar
Di beberapa tempat sering tertera keterangan dilarang memotret. Biasanya tulisan tersebut ada pada area publik seperti SPBU, Mall, Museum, hotel dan lain-lain. Larangan memotret yang diberlakukan biasanya berkaitan dengan kenyamanan orang lain, kemanan atau bahkan hak cipta. Jika Anda adalah seorang fotografer yang baik, seharusnya mematuhi aturan tersebut.
Perhatikan area saat akan menggunakan lampu flash
Anda pastinya tahu bagaimana sambaran lampu flash kamera yang sangat silau. Di antara beberapa fotografer sering kali melanggar aturan penggunaan flash, terutama saat memotret di area publik. Orang yang merasa tidak nyaman akan sambaran flash bisa saja menegur Anda jika hal itu cukup mengganggu.
Meminta ijin saat akan memotret orang lain
Hal ini tentu sangat penting, jangan merasa seolah Anda datang dari kota pergi ke desa lalu dengan sesuka hati memotret orang di perkampungan yang sedang melakukan aktivitasnya. Sebelum itu, mintalah ijin terhadap orang yang akan Anda foto, karena mungkin saja orang tersebut tidak ingin diambil gambar. Selain itu, memotret orang asing berarti kita juga sudah memasuki area privacy mereka. Terangkan pada mereka untuk apa Anda memotret, apakah untuk dokumentasi pribadi, jurnalistik atau untuk tujuan komersil. Hal ini juga berlaku apabila Anda sedang berburu foto dijalanan atau populer disebut Street Photography.
Hormati foto model yang Anda potret
Hal ini khususnya pada foto model wanita, Anda harus bersikap sopan terhadapnya dan jangan terkesan memerintah apalagi membentaknya. Selain itu, menyentuh model wanita juga merupakan hal yang sangat tidak sopan di Indonesia dan bisa membuat model tersebut menjadi tidak nyaman. Intinya, jalin komunikasi dengan baik.
Memotret disturbing picture.
Entah masuk dalam kategori apa jika Anda memotret orang yang sedang terluka parah setelah mengalami kecelakaan. Hal ini tidak akan mendapat pujian apapun dan mungkin Anda akan mendapat hujatan. Dalam hal ini jurnalis mempunyai kode etik sendiri dan tidak sembarangan mempublikasikannya. Jika memang harus dipublikasikan, biasanya bagian yang tidak lazim akan dibuat blur.
Berhenti memotret jika mengganggu
Hal ini berlaku setiap saat dan dimanapun Anda berada. Sebagai contoh kasus perayaan Waisak di atas, jika Anda sudah mendapat teguran karena mengganggu seharusnya Anda lekas menghentikan aktivitas memotret Anda. Atau akan lebih baik jika Anda sadar diri bahwa aktivitas memotret Anda menganggu. Tidak semua orang biasa difoto, bahkan lebih banyak orang yang merasa canggung bila difoto.
Hati-hati dengan eksploitasi
Di beberapa negara maju ada larangan untuk memotret anak-anak yang sedang bermain di area publik, hal ini dikhawatirkan akan menjadi eksploitasi. Mungkin di Indonesia masih tergolong bebas, namun bukan berarti Anda sesuka hati memotret anak-anak, apalagi yang belum dikenal. Selain itu beberapa orang juga menganggap bahwa memotret gelandangan di jalan merupakan sebuah eksploitasi.
Jangan memotret secara bergerombol
Mungkin dalam hal ini banyak diantara fotografer yang pro kontra, namun alangkah baiknya jika Anda menghindari hunting foto yang demikian. Sebagai contoh, 2 model dikeroyok oleh 15 fotografer terlihat seperti seekor Rusa yang sedang diincar Harimau. Lebih nyaman bila Anda memotret dengan rekan Anda hanya 2-3 orang saja.
Semua Tentang Aturan Hukum Fotografi di Indonesia Terbaru 2016
Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini minat akan potret memotret semakin berkembang. Mulai dari anak-anak sampai orang tua hobi photo dengan kameranya masing-masing. Apalagi zaman serba canggih dengan gadget foto atau video dengan harga terjangkau. Mulai dari foto selfie sampai narsis bareng-bareng dengan tongsis. Kemudian hasilnya upload di sosial media seperti instagram, facebook, path dll.
Namun yang perlu diperhatikan banyak juga yang terkena kasus hukum gara-gara sebuah foto atau video. Biasanya berkaitan dengan kesusilaan, privasi dan hak cipta. Seperti saya yang harus mendekam di penjara selama 500 hari gara-gara sebuah foto panas seorang model.
Definisi berdasarkan Wikipedia: Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu "photos" : Cahaya dan "Grafo" : Melukis/menulis.) adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.
Memang di era internet, video, foto atau gambar sebagai karya ciptaan sangat rentan menjadi persoalan hukum. Tanpa pengetahuan undang-undang dan hukum, kelalaian yang timbul dari hanya sekali klik pada keyboard bisa berujung bui atau denda bermilyar Rupiah.
Intellectual Property Rights (IPR) dalam bahasa Indonesia memiliki dua istilah yang pada awalnya adalah Hak Milik Intelektual dan kemudian berkembang menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Permasalahan yang kerap muncul adalah bagaimana perlindungan hukum atas karya cipta fotografi. Individu terhadap perusahaan, organisasi nirlaba, pemerintah dan pihak-pihak tertentu selalu mempunyai kebutuhan untuk menggunakan karya fotografi.
Berikut Beberapa Aturan Hukum yang Perlu Dipahami Para Fotografer Indonesia
1. Hukum Menggunakan Foto Orang Lain Tanpa Izin
Menurut Pasal 13 ayat (1) huruf j UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta fotografi termasuk ciptaan yang dilindungi. Selanjutnya, pengaturan hak cipta untuk potret/fotografi diatur dalam Pasal 19 s.d. Pasal 23 UUHC. Orang yang mengambil foto orang lain menjadi seorang Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dari foto yang dihasilkan. Akan tetapi, terhadap fotografi terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUHC yang berbunyi:
(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
(3) Ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c. untuk kepentingan orang yang dipotret.
Keharusan untuk meminta persetujuan orang yang dipotret karena tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Oleh karena itu, ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya. Demikian bunyi penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUHC.
Jadi, bila ingin menggunakan foto yang menampilkan orang lain untuk misalnya kegiatan promosi, atau menampilkan foto tersebut dalam suatu website untuk keperluan komersial, sebaiknya anda meminta persetujuan terlebih dahulu dari orang yang dipotret. Bila tidak anda dapat dijerat ancaman pidana Pasal 72 ayat (5) UUHC yang berupa pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp150 juta.
2. Hukumnya Diam-Diam Memfoto Orang Lain
Bagaimana aspek hukum memfoto orang lain secara diam-diam? Contoh kasus: Ada teman kantor sedang bekerja dan tanpa sadar difoto dengan menggunakan HP yang mana foto itu seolah-olah posisinya menunduk seperti sedang tidur. Lalu foto itu dicetak dan dijadikan bukti ke atasannya bahwa dia lagi tidur di jam kerja. Bisakah orang yang memfoto dipidana sesuai UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? Apakah foto tersebut merupakan bukti yang sah?
Foto yang diambil melalui kamera handpohone tersebut dapat dikatakan sebagai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik apabila masih berbentuk elektronik (jika belum dicetak) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU ITE.
Jika dilihat dari segi UUHC, foto teman itu dikategorikan sebagai potret, yaitu gambar dari wajah orang yang digambarkan. Sebagai pencipta, si pengambil foto memiliki hak cipta yang memberi sejumlah hak eksklusif kepada pencipta di antaranya untuk melaksanakan perbanyakan, pengumuman termasuk perubahan atas gambarnya sendiri dan melarang orang lain melaksanakan tindakan-tindakan tersebut tanpa seijinnya. Akan tetapi, terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta atas potret. Artinya, orang yang mengambil potret harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari yang difoto sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUHC. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000.
Perbuatan ini tidak bisa dikenakan ancaman pidana dalam UU ITE oleh karena perbuatan tersebut tidak dilakukan dengan jalan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ini karena foto yang telah dicetak tersebut tidak lagi dalam bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik. Kalau foto tersebut tidak berbentuk informasi elektronik, maka pelakunya diancam Pasal 310 ayat (2) jo. ayat (1) KUHP ttg perbuatan menista dengan gambar.
Jadi, pada dasarnya memfoto orang lain secara diam-diam itu tidak dipidana. Tapi, jika foto tersebut disebarluaskan tanpa seizin pihak yang difoto, maka pelakunya bisa dipidana sesuai UUHC. Jika memuat unsur pencemaran nama baik dan fotonya masih dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, pelakunya diancam pidana sesuai UU ITE. Jika memuat unsur pencemaran nama baik dan fotonya berbentuk gambar yang dicetak lalu disebarluaskan, pelakunya diancam dengan KUHP. Mengenai pembuktian, pada dasarnya sesuatu yg menyatakan kebenaran suatu peristiwa bisa dijadikan bukti. Namun, ditinjau dari UU ITE, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
3. Konsekuensi Hukum Mengunggah Foto Ke Grup BBM
Menurut Josua Sitompul, S.H., IMM dalam artikel Apakah Blackberry Messenger (BBM) Termasuk Media Sosial?, pengiriman satu konten dari satu anggota kepada grup BBM dapat diterima oleh anggota-anggota lain dari grup tersebut. Dengan kata lain, teknologi aplikasi media sosial, termasuk aplikasi BBM tersebut, dapat menciptakan ruang publik virtual. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi hukum. Oleh karena itu, sama seperti menggunakan media sosial lainnya, pengguna harus memiliki kehati-hatian dalam melakukan pengiriman.
Foto yang diunggah ke grup BBM dapat menimbulkan konsekuensi hukum, jika foto tersebut memuat konten atau isi yang bertentangan dengan UU ITE atau melanggar UUHC (sehubungan dengan penyebaran foto seseorang).
Oleh karena itu, hati-hati gan kalau share foto di grup BBM. Jika muatannya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, bisa kena hukum lho.
4. Risiko Hukum Mengumbar Foto Mesra Dengan Istri Orang Lain
Banyak motif kenapa seseorang melakukan ini biasanya motif sakit hati kepada si perempuan.
Ada dua kemungkinan risiko hukum dalam kasus penyebaran poto ini.
Yang pertama, bila penyebaran foto dilakukan lewat media elektronik seperti email, facebook, twitter, blog pribadi atau bahkan di forum web seperti kaskus. Sang penyebar foto bisa diancam pidana. Yaitu penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Demikian diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (3) serta Pasal 43 UU ITE.
Pasal-Pasal di UU ITE
Pasal 27 ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 27 ayat (3)
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Beda hal klo penyebaran foto itu dilakukan lewat media cetak seperti pamflet, poster, dll. Ancaman hukumannya lebih ‘ringan’. Yaitu penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 310 (2) KUHP
Pasal 310 ayat (2) KUHP
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
5. Hukumnya Telanjang Di Social Media
Dunia social media memang wadah menunjukkan eksistensi yang digandrungi masyarakat dri berbagai lapisan. Menariknya cara untuk eksis di socmed ini kadang-kadang ekstrim gan. Salah satunya adalah dengan memposting foto-foto telanjang.
Lalu apakah hal seperti melanggar peraturan hukum di Indonesia?
Pertama-tama, yang perlu anda ketahui ialah masalah Pornografi sudah diatur secara tegas oleh UU Pornografi yang sudah secara tegas Pasal 4 ayat (1)-nya menyatakan:
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.
Jadi berdasarkan pasal di atas, agan dilarang untuk menyebarkan foto-foto telanjang di social media. Bila agan masih nekad melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) di atas, agan dapat dijerat sanksi pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun, dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 Juta dan paling banyak Rp. 6 miliar. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UU Pornografi.
Masih juga relevan dengan masalah foto-foto bugil, Pasal 8 UU Pornografi menyatakan bahwa Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Pelanggaran terhadap pasal 8 ini diancam sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5 miliar.
Jadi bukan hanya fotografernya maupun penyebar foto-foto telanjang di social media saja yang terancam sanksi pidana, orang yang menjadi model foto-foto telanjangnya pun dapat dikenai sanksi.
Selain diatur oleh UU Pornografi, menyebarkan foto-foto telanjang di social media juga merupakan pelanggaran terhadap pasal 27 ayat 1 UU ITE yang mengatur sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran pasal di atas ada ancaman sanksi pidananya di Pasal 45 ayat (1) UU ITE berupa penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kode Etik Dunia Fotografi Terkini 2016
Dalam dunia fotografi tidak hanya asal jepret, dalam dunia fotografi juga ada etikanya. Etika publikasi / kode etiknya. (Sumber:www.fotografi.my.id/artkel/kode-etik-fotografi.html)
1. Terhadap Makhluk Hidup
• tidak mengganggu fisik mau pun psikis subyek/obyek
• tidak menggangu aktivitas subyek/obyek
• tidak merugikan subyek/obyek, baik saat memotret mau pun saat foto ditampilkan
• tidak menyebabkan perubahan perilaku yang bersifat negatif
Etika memotret ruang publik, harus melihat situasi dan kondisi dari negara dan tempat bersangkutan, dibeberapa negara terdapat larangan untuk memotret anak kecil yang berlarian di jalan, contohnya Australia, karena sangat takut jika terjadi eksploitasi anak. Berbeda dengan di Indonesia yang bisa dengan bebas candid anak kecil.
2. Terhadap Benda
• Tidak mengganggu kesetimbangan
• Tidak boleh merusak benda benda bersejarah yang menjadi objek , tidak boleh menggunakan flash karna dapat merusak barang tersebut. (Dalam musium)
3. Terhadap Hukum, dan semacamnya
• bila memungkinkan selalu minta ijin sebelum atau sesudah perekaman
• lengkapi surat ijin bila memang diperlukan
• Untuk memotret kejadian-kejadian seperti kecelakaan, bencana dan tragedi lainnya, para jurnalis biasanya memiliki akses sendiri (kode etik jurnalistik) yang diatur dalam UU no 40/1999 PERS dan KEJ .
4. Terhadap Sesama Fotografer
• Tidak saling mengganggu/merugikan proses perekaman
• Saling bertenggang rasa
Nama : alfian priliambodo
Npm : 20414812
Kelas :4ic08
0 komentar: